Skip to main content

KTI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA AKSEPTOR KB IUD



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Indonesia masih menghadapi masalah kependudukan yang belum banyak berbeda dengan kondisi tahun 1970. Hal tersebut berkaitan dengan kecepatan dan efektifitas keberhasilan pembangunan yang tidak seimbang dengan tingkat ketertinggalan Indonesia dibanding kemajuan dunia internasional. Indonesia menduduki peringkat ke 4 di dunia dengan jumlah penduduk sangat besar yaitu sekitar 210 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,85% pertahun (Meilani dkk,2010).
      Upaya untuk mengatasi masalah kependudukan tersebut dilakukan oleh banyak pihak, banyak instansi / departemen, lembaga, masyarakat, dan lain-lain di bidang masing-masing dan secara bersama-sama. Upaya yang dilakukan antara lain dengan menurunkan tingkat fertilitas, yaitu dengan program Keluarga Berencana (KB) nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera, dengan cara mengendalikan kelahiran untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk Indonesia (Meilani dkk,2010).
Terdapat banyak metode medis teknis gerakan KB di Indonesia untuk mengendalikan angka kelahiran, salah satunya dengan menggunakan metode


kontrasepsi IUD (Intra Uterine Devices).  IUD atau sering disebut AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) merupakan kontrasepsi yang dimasukan melalui serviks dan dipasang di dalam uterus, dengan tingkat keberhasilan mencapai 98% sampai 100% (Meilani dkk,2010).
Meskipun IUD mempunyai tingkat efektivitas yang tinggi, namun pada kenyataannya tidak semua masyarakat dapat memilih IUD sebagai alat kontrasepsi karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang IUD serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk menggunakannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil survey BKKBN pasangan usia subur Indonesia tahun 2007  akseptor KB 55,22% dari 22.085.365 jiwa, yang memilih kontrasepsi suntik sebesar 12.441.320 jiwa atau 56,33% dari jumlah pasangan usia subur, pil KB 5.492.689 jiwa atau 24,87%, sedangkan IUD hanya 2.063.318 jiwa atau hanya sekitar 9,34% (BKKBN,2007).
Rendahnya akseptor KB IUD juga terjadi  di Klinik Rumah Ibunda Pondok Aren Bintaro Tangerang Selatan. Berdasarkan data pada bulan Maret 2011 dari 106 akseptor KB, didapat 59 akseptor (55,66%) menggunakan metode kontrasepsi suntik, 38 akseptor (35,85%) menggunakan metode kontrasepsi pil, dan hanya  9 akseptor (8,49%) menggunakan metode kontrasepsi IUD.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi akseptor KB dalam memilih metode kontrasepsi antara lain efek samping, kerugian, komplikasi-komplikasi yang potensial, pengalaman dengan kontrasepsi yang lalu, dan biaya yang mungkin dikeluarkan (Hartanto,2004).
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti “faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya akseptor KB dalam pemilihan alat kontrasepsi IUD di Klinik Rumah Ibunda Pondok Aren Bintaro Tangerang Selatan Tahun 2011”.
B.     Rumusan Masalah
Dari hasil survey yang dilakukan BKKBN bahwa dari 12.195.538 jiwa akseptor KB ditemukan hanya 2.063.318 jiwa (9,34%) yang menggunakan metode kontrasepsi IUD. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya persepsi rasa aman, persepsi biaya, dan pengalaman sebelumnya. Dengan demikian rumusan masalah penelitian ini adalah seberapa besar faktor-faktor tersebut mempengaruhi akseptor KB tidak memilih metode kontrasepsi IUD.

C.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan umum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya akseptor KB dalam pemilihan alat kontrasepsi IUD di Klinik Rumah Ibunda Pondok Aren Bintaro Tangerang Selatan tahun 2011
2.      Tujuan khusus
a.    Mengetahui gambaran faktor  persepsi rasa aman mempengaruhi akseptor KB tidak memilih kontrasepsi  IUD di Klinik Rumah Ibunda Bintaro Pondok Aren Tangerang Selatan tahun 2011
b.    Mengetahui gambaran faktor persepsi biaya IUD mempengaruhi akseptor KB tidak memilih kontrasepsi IUD di Klinik Rumah Ibunda Bintaro Pondok Aren Tangerang Selatan tahun 2011
c.    Mengetahui gambaran faktor pengalaman sebelumnya mempengaruhi akseptor KB tidak memilih kontrasepsi IUD di Klinik Rumah Ibunda Pondok Aren Bintaro Tangerang Selatan tahun 2011

D.    Manfaat Penelitian
1.      Bagi peneliti
Penelitian ini sangat bermanfaat untuk menambah pengalaman dalam melakukan penelitian serta sebagai bahan untuk penerapan ilmu yang telah penulis dapatkan di bangku kuliah.
2.      Bagi instansi
Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan dalam upaya evaluasi dan pengembangan program serta meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat.
3.      Bagi instansi pendidikan
            Memberikan masukan dan informasi serta menambah acuan dalam proses belajar mengajar dalam pendidikan bidan mengenai metode kontrasepsi IUD











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pengertian Keluarga Berencana
Pengertian Keluarga  berencana menurut UU No.10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan pembangunan keluarga Sejahtera adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUS), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
Menurut WHO Keluarga Berencana adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri, menentukan jumlah anak dalam keluarga.

B.     Pengertian Kontrasepsi dan Macam-macam Kontrasepsi
1.        Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi ialah usaha-usaha untuk mencegah terjadinya kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara, dapat juga bersifat permanen. Yang


bersifat permanen dinamakan pada wanita tubektomi dan pada pria vasektomi (Wiknjosastro,2008).
2.         Macam-macam Kontrasepsi
Ada bermacam-macam metode kontrasepsi diantaranya kontrasepsi tanpa menggunakan alat-alat/obat-obat yaitu senggama terputus metode suhu basal dan pantang berkala, kontrasepsi secara mekanis untuk pria yaitukondom, kontrasepsi mekanis untuk wanita yaitu diafragma vaginal dan cervical cap, kontrasepsi dengan obat-obatan spermatisida, kontrasepsi hormonal yaitu pil, norplant, suntik, kontrasepsi dengan IUD (Intra Uternie devices), tubektomi pada wanita,dan vasektomi pada pria.

C.    Intra Uterine Devices  (IUD)
1.      Pengertian IUD
IUD merupakan kontrasepsi yang dimasukan melalui serviks dan dipasang di dalam uterus. IUd memiliki benang yang menggantung sampai liang vagina (Meilani dkk,2010)
2.      Jenis-jenis IUD
Sampai sekarang telah terdapat berpuluh-puluh jenis IUD, yang paling banyak digunakan dalam program keluarga berencana di Indonesia ialah IUD jenis Lippes loop. IUD dapat dibagi dalam bentuk yang terbuka linear dan bentuk tertutup sedagai cincin. Yang termasuk dalam golongan bentuk terbuka linear antara lain adalah Lippes loop, Saf-T-coil, multiload 250, Cu-7, Cu-T, Cu T 380 A, Spring coil, Margulies spiral, dan lain-lain. Sedabgkan yang termasuk dalam golongan bentuk tertutup dengan bentuk dasar cincin antara lain adalah Ota ring, Antigon F, Ragab ring, cincin Gravenberg, cincin Hall-Stone, Birnberg bow, dan lain-lain (Wiknjosastro,2008).
Menurut Meilani dkk,2010 saat ini IUD yang masih bias kita temui adalah:
a.       IUD  yang berkandungan tembaga, yaitu copper T (CuT 380A) dan Nova T.
b.      IUD  yang berkandungan hormone progesterone, yaitu mirena
c.       Pada beberapa akseptor yang datang untuk melepas IUD yang telah dipakainya lebih dari 20 tahun, akan kita dapati bentuk Lippes loop (terbuat dari plastik).
Tabel 2.2
Nama dan Rincian IUD yang saat ini masih di gunakan (Everett,2008)
Alat
Jangka waktu
Bentuk
T 380 A
8 tahun
380 mm² lilitan kawat mengelilingi batang dan cincin tembaga (mengililingi setiap bagian sampai lengan).
Nova T
5 tahun
380 mm² lilitan kawat tembaga dengan inti perak mengelilingi batang.

3.      Mekanisme kerja IUD
Wiknjosastro,2008 menyatakan bahwa sampai sekarang mekanisme kerja IUD belum diketahui dengan pasti. Kini pendapat yang terbanyak adalah bahwa IUD dalam kavum uteri menimbulkan reaksi peradangan endometrium yang disertai dengan sebukan leukosit yang dapat menghancurkan blastokita atau sperma. Pada pemeriksaan cairan uterus pada pemakai IUD sering kali dijumpai pula sel-sel makrofag yang mengandung spermatozoid. Penyelidik-penyelidik lain menemukan sering adanya kontraksi uterus pada pemakai IUD, yang dapat menghalangi ridasi. Diduga ini disebabkan oleh meningkatnya kadar prostaglandin dalam uterus pada wanita tersebut.
Pada IUD proaktif mekanisme kerjanya selain menimbulkan peradangan seperti pada IUD biasa, juga oleh karena ada logam / bahan lain yang melarutkan dari IUD mempunyai pengaruh terhadap sperma. Menurut penyelidikan, ion logam yang paling efektif adalah ion logam tembaga (Cu), pengaruh IUD bioaktif dengan berkurangnya konsentrasi logam makin lama semakin berkurang.
Menurut Sujiyantini dkk,2009 mekanisme kerja IUD yaitu mengganggu implamantasi, mencegah terjadinya pembuahan dengan mengeblok bersatunya ovum dengan sperma, mengurangi jumlah sperma yang mencapai tuba falopii, dan menginaktifkan sperma.
4.      Efektivitas
Efektivitas IUD dalam mencegah kehamilan mencapai 98% hingga 100% bergantung pada jenis IUD. IUD terbaru seperti copper T380º memiliki efektivitas cukup tinggi, bahkan selama 8 tahun penggunaan tidak ditemukan adanya kehamilan. Pada penelitian yang lain ditemukan setelah penggunaan 12 tahun ditemukan 2,2 kehamilan per 100 pengguna dan 0,4 diantaranya terjadi kehamilan ektopik (Meilani dkk,2010).



5.      Indikasi dan kontraindikasi
a.       Yang dapat menggunakan IUD (Saifudin,2006) :
1)      Usia reproduktif
2)                  Keadaan nulipara
3)                  Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang
4)                  Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi
5)                  Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya
6)                  Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
7)      Resiko rendah dari IMS
8)                  Tidak menghendaki metode hormonal
9)                  Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari
10)              Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari senggama
IUD dapat digunakan pada ibu dalam segala kemungkinan keadaan misalnya: perokok, pasca keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak terlihat adanya infeksi,sedang memakai antibiotika atau atau anti kejang, gemuk ataupun yang kurus, sedang menyusui.
Begitu juga ibu dalam keadaan seperti di bawah ini dapat menggunakan IUD
1)                  Penderita tumor jinak payudara
2)                  Penderita kanker payudara
3)                  Pusing-pusing,skit kepala
4)                  Tekanan darah tinggi
5)                  Varices di tungkai atau di vulva
6)                  Penderita penyakit jantung (termasuk penyakit jantung katup dapat diberi    antibiotika sebelum pemasangan IUD)
7)      Pernah menderita stoke, penderita diabetes, penderita penyakit hati atau empedu
8)                  Malaria, penyakit tiroid, epilepsy, nonpelvik TBC
9)                  Setelah kehamilan ektopik
10)              Setelah pembedahan pelvic
b.      Yang tidak diperkenankan menggunakan IUD
1)                  Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil)
2)                  Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi)
3)                  Sedang menderita infeksi alat genital 
4)      Tiga bulan terakhir  mengalami atau sering mengalami PRP atau abortus septic
5)                  Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri
6)                  Penyakit trofoblas yang ganas
7)      Diketahui menderita TBC pelvic
8)                  Kanker alat genital
9)                  Ukuran rongga rahim kurang dari 5cm



6.      Keuntungan dan kerugian IUD
a.       Keuntungan IUD
Menurut Sujiyantini dkk,2009:
1)      Keuntungan kontrasepsi
a)      Efektif dengan proteksi jangka panjang (satu tahun).
b)      Tidak mengganggu hubungan suami istri.
c)      Tidak berpengaruh terhadap ASI.
d)     Kesububuran dapat segera kembali sesudah IUD diangkat.
e)      Efek sampingnya sangat kecil.
f)       Memiliki efek sistemk yang sangat kecil.
2)      Keuntungan nonkontrasepsi
a)      Mengurangi nyeri haid.
b)      Dapat diberikan pada usia perimenopause bersamaan dengan pemberian estrogen, untuk pencegahan hyperplasia endometrium.
c)      Mengurangi jumlah darah haid.
d)     Sebagai pengobatan alternatifpengganti operasi pada perdarahan uterus disfungsional dan andenomiosis.
e)      Merupakan kontrasepsi pilihan utama pada perempuan perimenopause.
f)       Tidak mengurangi kerja obat tuberkulosis ataupun obat epilepsi, karena IUD yang mengandung progestin kerjanya terutama lokal pada endometrium.



b.      Kerugian IUD
Menurut Meilani dkk, 2010:
1)      Dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi panggul.
2)      Perforasi uterus, usus dan kandung kemih
3)      Bila terjadi kehamilan bias terjadi kehamilan ektopik (kehamilan ektopik akseptor KB dengan yang tidak menggunakan KB lebih banyak yang tidak menggunakan KB).
4)      Tidak mencegah infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS sehingga wanita yang memiliki peluang promiskuitas (berganti-ganti pasangan) tidak direkomendasikan untuk menggunakan alat kontrasepsi ini.
5)      Prosedur medis (pemeriksaan pelvik) diperlukan sebelum pemasangan sehingga banyak perempuan yang takut menggunakan kontrasepsi jenis ini.
6)      Adanya perdarahan bercak/spotting selama 1-2 hari pasca pemasangan terapi kemudian akan menghilang.
7)      Klien tidak bisa memasang ataupun melepas sendiri, petugas kesehatan yang diperbolehkan memasang juga yang telah terlatih.
8)      Kemungkinan terlepasnya IUD setelah pemasangan atau selama pemakaian, sehingga akseptor harus mengecek keberadaan IUD dengan meraba dengan jari benang pada liang vagina sewaktu-waktu (bila ada indikasi terlepasnya IUD) atau rutin pada akhir menstruasi.



7.      Efek samping dan komplikasi
Menurut Wiknjosastro,2008:
a.       Efek Samping IUD
1)      Perdarahan
Umumnya setelah pemasangan IUD terjadi perdarahan sedikit-sedikit yang cepat berhenti. Kalau pemasangan dilakukan sewaktu haid, perdarahann yang sedikit-sedikit ini tidak akan diketahui oleh akseptor. Keluhan yang sering terdapat pada pemakaian IUD ialah menoragia, spotting metroragia. Jika terjadi perdarahan banyak yang tidak dapat diatasi, sebaiknya IUD dikeluarkan dan diganti dengan IUD yang mempunyai ukuran kecil. Jika perdarahan sedikit-sedikit dapat diusahakan mengatasinya dengan pengobatan konservatif.pada perdarahan yang tidak berhenti pada tindakan-tindakan tersebut diatas, sebaiknya IUD diangkat, dan digunakan cara kontrasepsi lain.
2)      Rasa nyeri dan kejang di perut
Rasa nyeri dan kejang di perut dapat terjadi segera setelah pemasangan IUD, biasanya rasa nyeri ini berangsur-angsur hilang dengan sendirinya. Rasa nyeri dapat dikurangi atau dihilangkan dengan jalan memberikan analgetika. Jika keluhan berlangsung terus sebaiknya IUD dikeluarkan dan diganti dengan IUD yang mempunyai ukuran lebih kecil.
3)      Gangguan pada suami
Kadang-kadang suami dapat merasakan adanya benang IUD sewaktu bersenggama. Ini disebabkan oleh benang IUD yang keluar dari porsio uteri terlalu pendek atau terlalu panjang. untuk mengurangi atau menghilangkan keluhan ini, benang IUD yang terlalu panjang di potong sampai kira-kira 2 - 3 cm dari porsio, sedang jika benang IUD terlalu pendek, sebaiknya IUDnya diganti. Biasanya dengan cara ini keluhan suami akan hilang.
4)      Ekspulsi ( pengeluaran sendiri)          
Ekspulsi IUD dapat terjadi untuk sebagian atau seluruhnya. Ekspulsi biasanya terjadi waktu haid dan dipengaruhi oleh:
a)      Umur dan paritas: pada paritas yang rendah 1 atau 2, kemungkinan ekspulsi dua kali lebih besar, demikian pula pada wanita muda ekspulsi lebih sering terjadi daripada wanita yang umurnya lebih tua.
b)      Lama pemakaian: ekspulsi paling sering terjadi pada tiga bulan pertama setelah pemasangan, setelah itu angka kejadian menurun dengan tajam.
c)      Ekspulsi sebelumnya: pada wanita yang pernah mengalami ekspulsi, maka pada pemasangan kedua kalinya, kecenderungan terjadinya ekspulsi lagi ialah kira-kira 50%. Jika terjadi ekspulsi, pasangkanlah IUD dari jenis yang sama, tetapi dengan ukuran yang lebih besar daripada sebelumnya, dapat juga dig anti dengan IUD jenis lain atau dipasang 2 IUD.
d)     Jenis dan ukuran: jenis dan ukuran IUD yang dipasang sangat mempengaruhi frekuensi ekspulsi. Pada Lippes loop, makin besar ukuran IUD  makin kecil kemungkinan terjadinya ekspulsi.
e)      Faktor psikis: oleh karena motilitas uterus dapat dipengaruhi oleh faktor psikis, maka frekuensi ekspulsi lebih banyak dijumpai pada wanita-wanita yang emosional dan ketakutan, yang psikis labil. Kepada wanita-wanita seperti ini penting diberikan penerangan yang cukup sebelumk dilakukan pemasangan IUD.
b.      Komplikasi IUD
1)      Infeksi
IUD itu sendiri atau benangnya yang berada pada vagina, umumnya tidak menyebabkan terjadinya infeksi jika alat-alat yang digunakan disucihamakan, yakni tabung penyalur, pendorong dan IUD. Jika terjadi infeksi, hal ini disebabkan sudah adanya infeksi subakut atau menahun pada traktus genetalis sebelum pemasangan IUD.
2)      Perforasi
Umumnya perforasi terjadi sewaktu pemasangan IUD walaupun bisa terjadi pula kemudian. Pada permulaan hanya ujung IUD saja yang menembus dinding uterus, tetapi lama kelamaan dengan adanya kontraksi uterus, IUD terdorong lebih jauh menembus dinding uterus, sehingga akhirnya sampai ke rongga perut. Kemungkinan adanya perforasi harus diperhatikan apabila pada pemeriksaan dengan spekulum benang IUD tidak kelihatan. Dalam hal ini pada pemeriksaan dengan sonde uterus atau mikrokuret tidak dirasakan IUD dalam rongga uterus. Jika ada kecurigaan kuat tentang terjadinya perforasi, sebaiknya dibuat foto roentgen, dan jika tampak di foto IUD dalam rongga panggul hendaknya dilakukan histerografi untuk menentukan apakah IUD terletak di dalam atau di luat kavum uteri. Dewasa ini dapat ditentukan dengan USG transvaginal dan transabdominal.
Jika perforasi terjadi dengan IUD yang tertutup, IUD harus dikeluarkan dengan segera oleh karena dikuatirkan terjadinya ileus, begitu pula untuk IUD yang mengandung logam. Pengeluaran IUD dapat dilakukan dengan laparoskopi. Laparotomi hanya dilakukan jika laparaskopi tidak berhasil, atau setelah terjadi ileus. Jika IUD yang menyebabkan perforasi itu jenis terbuka dan linear, dan tidak mengandung logam IUD tidak perlu dikeluarkan dengan segera.
8.      Pemasangan IUD
Waktu pemasangan IUD menurut (Manuaba, 1998) menyatakan IUD dapat dipasang pada : bersamaan dengan menstruasi, segera setelah bersih menstruasi, pada masa akhir puerperium, tiga bulan pasca persalinan, bersamaan dengan abortus dan kuretage, hari kedua-ketiga pasca persalinan.
a.    Sewaktu haid sedang berlangsung
Pemasangan IUD pada waktu ini dapat dilakukan pada hari-hari pertama atau hari-hari terakhir haid. Keuntungan pemasanagn IUD pada waktu ini antara lain pemasangan lebih mudah oleh karena servik pada waktu itu agak terbuka dan lembek, rasa nyeri tidak seberapa keras, perdarahan yang timbul sebagai akibat pemasangan tidak seberapa dirasakan, kemungkinan pemasangan IUD pada uterus yang sedang hamil tidak ada. Prinsip pemasangan yaitu menempatkan IUD setinggi mungkin dalam rongga rahim. Pemasangan dilakukan pada menstruasi hari pertama atau kedua. Karena saat itu, mulut rahim dalam keadaan terbuka sehingga rasa nyeri bisa dihindari. Pun menandakan bahwa wanita tersebut dipastikan sedang tidak hamil.

b.    Sewaktu postpartum
Pemasangan IUD setelah melahirkan dapat dilakukan secara dini yaitu IUD dipasang pada wanita yang melahirkan sebelum dipulangkan dari rumah sakit, secara langsung yaitu IUD dipasang dalam masa tiga bulan setelah partus atau abortus, secara tidak langsung yaitu IUD dipasang sesudah masa tiga bulan setelah partus atau abortus, atau pemasangan IUD dilakukan pada saat yang tidak ada hubungan sama sekali dengan partus atau abortus. Bila pemasangan IUD tidak dilakukan dalam waktu seminggu setelah bersalin, menurut beberapa sarjana, sebaiknya IUD ditangguhkan sampai 6 - 8 minggu postpartum oleh karena jika pemasangan IUD dilakukan antara minggu kedua dan minggu keenam setelah partus, bahaya perforasi atau ekspulsi lebih besar.
c.    Sewaktu postabortum
Sebaiknya IUD dipasang segera setelah abortus oleh karena dari segi fisiologis dan psikologis waktu itu adalah paling ideal. Tetapi, septic abortion merupakan kontraindikasi
d.   Beberapa hari setelah haid terakhir
Dalam hal yang terakhir ini wanita yang bersangkutan dilarang untuk bersenggama sebelum IUD dipasang. Sebelum pemasangan IUD dilakukan, sebaiknya diperlihatkan kepada akseptor bentuk IUD yang dipasang., dan bagaimana IUD tersebut terletak dalam uterus setelah terpasang. Perlu dijelaskan kemungkinan terjadinya efek sampingan seperti perdarahan, rasa sakit, IUD  keluar sendiri.


9.      Teknik pemasangan IUD
Setelah kandung kencing dikosongkan, akseptor dibaringkan diatas meja ginekologik dalam posisi litotomi. Kemudian, dilakukan pemeriksaan bimanual untuk mengetahui letak, bentuk dan besar uterus. Speculum dimasukan ke dalam vagina, dan serviks uteri dibersihkan dengan larutan antiseptik (sol,Betadine atau tingtura jodii). Sekarang dengan cunam serviks dijepit bibir depan porsio uteri, dan dimasukan sonde ke dalam uterus untuk menekan arah poros dan panjangnya kanalis servikalis serta kavum uteri. IUD dimasukan ke dalam uterus melalui ostium uteri eksternum sambil mengadakan tarikan ringan pada cunam serviks.
Tabung penyalur digerakan didalam uterus sesuai dengan arah poros kavum uteri sampai tercapai ujung atas kavum uteri yang telah ditentukan lebih dahulu dengan sonde uterus. Selanjutnya sambil mengeluarkan tabung penyalur perlahan-lahan, pendorong menahan IUD dalam posisinya. Setelah tabung penyalur keluar dari uterus, pendorong juga dikeluarkan, cunam dilepaskan, benang AKDR digunting sehingga 2 ½ - 3 cm keluar dari ostium uteri, dan akhirnya speculum diangkat. Pemeriksaan sesudah IUD dipasang, dilakukan 1 minggu sesudahnya, pemeriksaan kedua 3 bulan kemudian, dan selanjutnya tiap 6 bulan (Wiknjosastro,2008).
10.  Cara mengeluarkan IUD
Mengeluarkan IUD biasanya dilakukan dengan jalan menarik benang IUD yang keluar dari ostium uteri eksternum dengan dua jari, dengan pinset, atau dengan cunam. Kadang-kadang benang IUD tidak tampak di ostium uteri eksternum. Tidak terlihatnya benang IUD ini dapat disebabkan oleh akseptor menjadi hamil, perforasi uterus, ekspulsi yang tidak disadari oleh akseptor, perubahan letak IUD, sehingga benang IUD tertarik kedalam rongga uterus, seperti ada mioma uterus (Wiknjosastro,2008).


D.    Faktor faktor yang mempengaruhi dalam memilih metode kontrasepsi selain IUD
Seperti telah dijelaskan pada Bab sebelumnya, Hartanto 2004 dalam bukunya Keluarga Berencana dan Kontrasepsi menyebutkan faktor faktor dalam memilih metode kontrasepsi : Faktor  pasangan yaitu motivasi dan rehabilitas (umur,gaya hidup,frekuensi senggama, jumlah  keluarga yang diinginkan, pengalaman dengan kontrasepsi yang lalu, sikap kewanitaan, sikap kepriaan), Faktor kesehatan : kontraindikasi absolut atau relative (status kesehatan,riwayat haid,riwayat keluarga,pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul), Faktor metode kontrasepsi : penerimaan dan pemakaian berkesinambungan (efektivitas, efeksamping minor,kerugian,komplikasi-komplikasi yang potensial, biaya).
1.      Persepsi rasa aman terhadap metode kontrasepsi IUD
Didalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain: susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya. Perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalu persepsi. Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengamati terhadap objek yang sama (Notoatmodjo,2003)
Persepsi seseorang terhadap aman atau tidaknya suatu metode kontrasepsi akan mempengaruhi dipilih atau tidaknya suatu metode kontrasepsi tersebut. Keamanan atau rasa aman didalam memilih alat kontrasepsi, seperti halnya bahwa semua kontrasepsi mempunyai kegagalan, maka semua kontrasepsi juga menimbulkan resiko tertentu pada pemakaian, yaitu resiko yang berhubungan dengan metode itu sendiri, misalnya kematian, hospitalisasi, histerektomi, infeksi dan lain-lain, adanya resiko potensial dalam bentuk ketidaknyamanan, misalnya senggama menjadi kurang / tidak menyenangkan, biaya yang tinggi dan lain-lain (Hanafi,2004).
Metode IUD  apabila insersi tidak dilakukan dengan baik, akan menimbulkan permasalahan seperti misalnya ekspulsi, kerja kontraseptif tidak efektif  dan perforasi uterus. Dimana sukses atau berhasilnya insersi IUD tergantung pada beberapa hal yaitu ukuran dan macam IUD beserta tabung inserter-nya, waktu atau saat insersi, tehnik insersi, penjelasan prosedurnya kepada calon akseptor, pemeriksaan pelvis bimanual dan sondage uterus, tehknik asepsia dan antisepsis, penempatan IUD setinggi mungkin di dalam uterus tanpa menembus / perforasi myometrium (Hanafi,2004).
Dari beberapa permasalahan yang mungkin terjadi jika insersi IUD tidak dilakukan dengan baik, di samping itu juga prosedur medis (pemeriksaan pelvik) diperlukan sebelum pemasangan IUD sehingga banyak perempuan yang takut menggunakan metode kontrasepsi ini (Meilani,2010).
2.      Persepsi terhadap biaya metode kontrasepsi IUD
            Seperti telah dijelaskan sebelumya persepsi merupakan salah satu faktor  pembentukan dan atau perubahan prilaku termasuk didalamnya  perilaku kesehatan yang salah satunya perilaku dalam memilih metode kontrasepsi. Persepsi terhadap biaya, dianggap mahal atau tidaknya suatu metode kontrasepsi akan menjadi pertimbangan dalam menentukan metode kontrasepsi mana yang akan dipilih. Dimana biaya berhubungan dengan keterjangkauan konsumen untuk membeli produk atau pelayanan yang akan dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh (Maulana,2009).
Walaupun jika dihitung dari segi keekonomisannya, kontrasepsi IUD lebih murah dari KB suntik atau pil, tetapi kadang orang melihatnya dari berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk sekali pasang. Kalau patokannya adalah biaya setiap kali pasang, mungkin IUD tampak jauh lebih mahal. Tetapi kalau dilihat masa / jangka waktu penggunaannya, tentu biaya yang harus dikeluarkan untuk pemasangan IUD akan lebih murah dibandingkan KB suntik ataupun pil. Untuk sekali pasang, IUD bisa aktif selama 3 - 5 tahun, bahkan seumur hidup / sampai menopause. Sedangkan KB Suntik atau Pil hanya mempunyai masa aktif 1-3 bulan saja, yang artinya untuk mendapatkan efek yang sama dengan IUD, seseorang harus melakukan 12 - 36 kali suntikan bahkan berpuluh-puluh kali lipat (Astagina,2011)
Dari pandangan yang hanya dihitung biaya sekali pakai, IUD dianggap mahal, dari persepsi mahal inilah mungkin banyak akseptor KB yang tidak memilih metode kontrasepsi IUD.
3.      Pengalamana sebelumnya
Pembentukan sikap dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, dan faktor emosi dalam diri individu (Maulana,2009)
Pengalaman menjadi salah satu faktor pembentukan sikap, termasuk juga sikap seseorang dalam menentukan pilihannya yaitu memilih metode kontrasepsi. Orang yang pernah memakai metode KB IUD, kemudian mengalami efek samping yang dirasa mengganggu atau menyebabkan rasa tidak enak/ kurang menyenangkan maka kemungkinan akan mengalihkan metode kontrasepsi IUD yang digunakan ke metode KB lainnya (Pro-Health,2008).
Pengalaman yang pernah dialami sebelumnya inilah, yang mungkin kurang menyenangkan yang akhirnya menjadi alasan kenapa metode kontrasepsi IUD tidak dipilih oleh akseptor.





BAB III
METODELOGI PENELITIAN

A.      Kerangka Konsep
Sesuai dengan materi pada Bab sebelumnya, maka kerangka konsep penelitian yang berjudul “Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya akseptor KB dalam pemilihan alat kontrasepsi IUD di Klinik Rumah Ibunda Pondok Aren Bintaro Tangerang Selatan bulan April tahun 2011” dapat disajikan pada bagan dibawah ini :

Variabel Independent


·      Persepsi rasa aman

·      Persepsi biaya

·      Pengalaman sebelumnya
Variabel Dependent

Rendahnya akseptor KB IUD
 













B.       Variabel dan definisi operasional

1.      Variabel

           Variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau objek, yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu objek dengan objek yang lain (Sugiyono,2009).
a.       Variabel bebas (independent)
     Adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam penelitian ini variabel independent yaitu : persepsi rasa aman, persepsi biaya, dan pengalaman sebelumnya.
b.      Variabel terikat (dependent)
     Adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel dependent : rendahnya akseptor KB IUD.




2.      Definisi Operasional


No
Variabel
Definisi Operasinal

Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil ukur
Skala ukur
1.
Akseptor
Orang yang menggunakan metode kontrasepsi

Kuesioner
Wawancara
1.   Suntik
2.   Pil
3.   IUD
Ordinal
2.
KB IUD
Suatu alat Kontrasepsi yang dimasukan melalui serviks dan dipasang didalam uterus

Kuesioner
Wawancara
1.   Ya  
2.   Tidak

Ordinal
3.
Persepsi rasa aman
Pandangan  ada atau tidaknya suatu bahaya yang mungkin terjadi

Kuesioner
Wawancara
1.  Setuju (S)
1.         2.  Tidak Setuju (TS)
Ordinal  
4.
Persepsi biaya
Anggapan terjangkau atau tidaknya seseorang untuk mendapatkan suatu produk atau pelayanan.

Kuesioner
Wawancara
1.  Setuju (S)
2.          
2.  Tidak Setuju (TS)
Ordinal  
5.
Pengalaman sebelumnya
Kejadian yang pernah dialami sebelumnya

Kuesioner
Wawancara
1.  Ya
2.  Tidak

Ordinal




C.      Desain penelitian

                 Desain penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya akseptor KB IUD di Klinik Rumah Ibunda Pondok Aren Bintaro Tangerang Selatan Bulan April Tahun 2011.
1.      Populasi
           Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 1996). Yang menjadi populasi dalam penilitian ini adalah seluruh akseptor KB non IUD di klinik Rumah Ibunda Pondok Aren Bintaro Tangerang Selatan.
2.      Sampel
           Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,1996). Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik insidental, adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/ insidental bertemu dengan peneliti (Sugiyono,2009). Menurut Roscoe dalam buku Research Methods for Busines (1982 : 253) menyebutkan bahwa ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 s/d 500. Sampel dalam penelitian ini adalah akseptor KB non IUD yang datang ke Klinik Rumah Ibunda Pondok Aren Bintaro Tangerang Selatan tanggal 20 – 27 April 2011 sebanyak 30 responden.




D.      Pengumpulan data dan analisis data
1.      Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer yang mencakup persepsi rasa aman ibu tarhadap IUD, persepsi ibu terhadap biaya IUD, dan pengalan ibu sebelumnya. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri dengan
menggunakan alat bantu kuesioner.
2.      Pengolahan Data
           Data dikumpulkan kemudian diolah secara manual untuk mengetahui distribusi frekuensi dan presentase dari masing-masing variabel yang diteliti dengan tahapan sebagi berikut :
a.       Editing
              Setelah data berhasil dikumpulkan langkah selanjutnya yang dilakukan ialah mengolah data sedemikian rupa sehingga jelas sifat-sifat yang dimiliki oleh data tersebut. Untuk dapat melakukan pengolahan data dengan baik, data tersebut perlu diperiksa terlebih dahulu, apakah telah sesuai seperti yang telah diharapkan atau tidak.
b.      Coding
              Setelah editing selesai dilakukan, langkah selanjutnya yang ditempuh ialah melakukan pengkodean (coding). Coding ini dianggap perlu karena data yang terkumpul banyak macamnya dan untuk mengumpulkan data.



c.       Processing data
              Setelah proses Coding maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dapat dianalisa.
d.      Data entry
              Setelah editing dan coding serta processing data selesai dilakukan, maka langkah yang ditempuh ialah mengelompokan data tersebut ke dalam suatu tabel tertentu menurut sifat-sifat yang dimilikinya sesuai dengan tujuan penelitian.
e.       Cleaning
              Langkah selanjutnya yaitu kegiatan pengecekan kembali data yang sudah diseleksi berdasarkan item point kemudian dihitung dan dijumlah apakah ada kesalahan atau tidak.
3.      Analisa data

F  =
                    Data yang diperoleh dianalisa secara univariat untuk memperoleh gambararan distribusi frekuensi dari semua variabel yang diteliti, baik variabel bebas (independent) maupun variabel terikat (dependent) dan dihitung frekuensinya sebagai berikut :



                                                                                                            
Keterangan :
F :  Frekuensi
X : Jumlah yang didapat
N : Jumlah populasi



E.       Waktu dan lokasi penelitian

1.      Waktu
Penelitian dilakukan pada Bulan April tahun 2011.
2.      Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di Klinik Rumah Ibunda Pondok Aren Bintaro Tangerang Selatan.
.





BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan terhadap 30 responden akseptor KB non IUD yang datang ke klinik Rumah Ibunda Pondok Aren Bintaro Tangerang Selatan dengan cara menyebarkan kuesioner mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya akseptor KB dalam pemilihan alat kontrasepsi IUD yang dilakukan pada tanggal 20 – 27 april 2011.
            Hasil penelitian dijelaskan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi menurut variabel yang diteliti antara lain : akseptor KB, KB IUD, persepsi rasa aman, persepsi terhadap biaya, dan pengalaman sebelumnya didapatkan hasil sebagai berikut :


A.      Hasil Penelitian
1.      Akseptor KB
Tabel 4.1
Distribusi frekuensi akseptor KB di klinik Rumah Ibunda Bintaro
Bulan April Tahun 2011
No
Hasil Ukur
Frekuensi
Presentase (%)
1
Suntik
19
63
2
Pil
11
37
3
IUD
0
0
Jumlah
30
100

Diagram 4.1
Distribusi Frekuensi akseptor KB di klinik Rumah Ibunda Bintaro
Bulan April Tahun 2011
          
           Dari tabel 4.1 diatas menunjukan bahwa dari 30 responden yang menggunakan kontrasepsi suntik sebanyak 19 responden (63%), yang menggunakan kontrasepsi pil sebanyak 11 responden (37%), dan yang menggunakan kontrasepsi IUD tidak ada (0%).
2.      Akseptor KB IUD
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi akseptor KB IUD di klinik Rumah Ibunda Bintaro
Bulan April Tahun 2011
No
Hasil Ukur
Frekuensi
Presentase (%)
1
Ya
0
0
2
Tidak
30
100
Jumlah
30
100

Diagram 4.2
Distribusi Frekuensi akseptor KB IUD di klinik Rumah Ibunda Bintaro
Bulan April Tahun 2011

           Dari tabel 4.2 diatas menunjukan bahwa dari 30 responden sebanyak 30 responden (100%) tidak menggunakan kontrasepsi IUD.



3.      Persepsi rasa aman terhadap kontrasepsi IUD
Untuk variabel persepsi rasa aman responden terhadap kontrasepsi IUD peneliti memberikan 6 pertanyaan, hasil dari masing-masing pertanyaan akan dijelaskan satu persatu sebagai berikut.
Tabel 4.3.1
Distribusi frekuensi akseptor KB non IUD merasa takut dengan pemasangan IUD di klinik Rumah Ibunda Bintaro
Bulan April Tahun 2011
No
Hasil Ukur
Frekuensi
Presentase (%)
1
Setuju (S)
22
73
2
Tidak Setuju (TS)
8
27
Jumlah
30
100

Diagram 4.3.1
Distribusi frekuensi akseptor KB non IUD merasa takut dengan pemasangan IUD di klinik Rumah Ibunda Bintaro
Bulan April Tahun 2011
Dari tabel 4.3.1 diatas menunjukan bahwa dari 30 responden sebanyak 22 responden (73%) menyatakan setuju merasa takut dengan pemasangan IUD, dan 8 responden (27%) menyatakan tidak setuju.
Tabel 4.3.2
Distribusi frekuensi akseptor KB non IUD merasa takut setelah IUD di pasang akan keluar bercak-bercak darah di klinik Rumah ibunda Bintaro
Bulan April Tahun 2011
No
Hasil Ukur
Frekuensi
Presentase (%)
1
Setuju (S)
20
67
2
Tidak Setuju (TS)
10
33
Jumlah
30
100

Diagram 4.3.2
Distribusi frekuensi akseptor KB non IUD merasa takut setelah IUD di pasang akan keluar bercak-bercak darah di klinik Rumah ibunda Bintaro
Bulan April Tahun 2011

           Dari tabel 4.3.2 diatas menunjukan bahwa dari 30 responden sebanyak 20 responden (67%) menyatakan setuju responden merasa takut setelah IUD dipasang akan keluar bercak-bercak darah, dan sebanyak 10 responden (33%) menyatakan tidak setuju.



Tabel 4.3.3
Distribusi frekuensi Akseptor KB non IUD kuatir IUD dapat keluar sendiri jika ukuran IUD tidak cocok dengan ukuran rahim
di klinik Rumah Ibunda Bintaro
Bulan April Tahun 2011
No
Hasil Ukur
Frekuensi
Presentase (%)
1
Setuju (S)
25
83
2
Tidak Setuju (TS)
5
17
Jumlah
30
100

Diagram 4.3.3
Distribusi frekuensi Akseptor KB non IUD kuatir IUD dapat keluar sendiri jika ukuran IUD tidak cocok dengan ukuran rahim
di klinik Rumah Ibunda
Bintaro Bulan April Tahun 2011

Dari tabel 4.3.3 diatas menunjukan bahwa dari 30 responden sebanyak 25 responden (83%) menyatakan setuju IUD dapat keluar sendiri jika ukuran IUD tidak sesuai dengan ukuran rahim, dan sebanyak 5 responden (17%) menyatakan tidak setuju.
Tabel 4.3.4
Distribusi frekuensi akseptor KB non IUD takut IUD dapat menyebabkan nyeri selama haid Di klinik Rumah Ibunda Bintaro
Bulan April Tahun 2011
No
Hasil Ukur
Frekuensi
Presentase (%)
1
Setuju (S)
11
37
2
Tidak Setuju (TS)
19
63
Jumlah
30
100

Diagram  4.3.4
Distribusi frekuensi akseptor KB non IUD takut IUD dapat menyebabkan nyeri selama haid Di klinik Rumah Ibunda Bintaro
Bulan April Tahun 2011
             Dari tabel 4.3.4 diatas menunjukan bahwa dari 30 responden sebanyak 11 responden (37%) menyatakan setuju responden merasa takut IUD dapat menyebabkan nyeri selama haid, dan sebanyak 19 responden (63%) menyatakan tidak setuju.

Tabel 4.3.5
Distribusi frekuensi akseptor KB non IUD merasa takut IUD dapat menimbulkan perlukaan mulut rahim, dan mengganggu hubungan seksual di klinik Rumah Ibunda Bintaro
Bulan April Tahun 2011
No
Hasil Ukur
Frekuensi
Presentase (%)
1
Setuju (S)
16
53
2
Tidak Setuju (TS)
14
47
Jumlah
30
100

Diagram 4.3.5
Distribusi frekuensi akseptor KB non IUD merasa takut IUD dapat menimbulkan perlukaan mulut rahim, dan mengganggu hubungan seksual di klinik Rumah Ibunda Bintaro
Bulan April Tahun 2011
Dari tabel 4.3.5 diatas menunjukan bahwa dari 30 responden sebanyak 16 responden (53%) menyatakan setuju responden merasa takut IUD dapat menimbulkan perlukaan mulut rahim, dan mengganggu hubungan seksual, dan sebanyak 14 responden (47%) menyatakan tidak setuju.



Tabel 4.3.6
Distribusi frekuensi akseptor KB non IUD merasa takut IUD dapat menembus tempat lain dalam tubuh di klinik Rumah Ibunda Bintaro
Bulan April Tahun 2011
No
Hasil Ukur
Frekuensi
Presentasi (%)
1
Setuju (S)
2
7
2
Tidak Setuju (TS)
28
93
Jumlah
30
100

Diagram 4.3.6
Distribusi frekuensi akseptor KB non IUD merasa takut IUD dapat menembus tempat lain dalam tubuh di klinik Rumah Ibunda Bintaro
Bulan April Tahun 2011
           Dari tabel 4.3.6 diatas menunjukan bahwa dari 30 responden sebanyak 2 responden (7%) menyatakan setuju merasa takut  IUD dapat menembus tempat lain dalam tubuh, dan sebanyak 28 responden (93%) menyatakan tidak setuju.



4.    Persepsi terhadap biaya IUD
Tabel 4.4
Distribusi frekuensi persepsi akseptor KB non IUD terhadap biaya pelayanan kontrasepsi non IUD adalah mahal
di klinik Rumah Ibunda Bintaro
Bulan April tahun 2011
No
Hasil ukur
Frekuensi
Presentase (%)
1
Setuju (S)
18
60
2
Tidak Setuju (TS)
12
40
Jumlah
30
100

Diagram 4.4
Distribusi frekuensi persepsi akseptor KB non IUD terhadap biaya pelayanan kontrasepsi IUD adalah mahal
di klinik Rumah Ibunda Bintaro
Bulan April tahun 2011
           Dari tabel 4.4 diatas menunjukan bahwa dari 30 responden sebanyak 18 responden (60%) menyatakan setuju pelayanan kontrasepsi IUD adalah mahal, dan sebanyak 12 responden (40%) menyatakan tidak setuju.

5.      Pengalaman sebelumnya
Tabel 4.5
Distribusi frekuensi pengalaman sebelumnya  akseptor KB non IUD dengan kontrasepsi IUD
Di klinik Rumah Ibunda Bintaro
Bulan April Tahun 2011
No
Hasil ukur
Frekuensi
Presentase (%)
1
Ya
0
0
2
Tidak
30
100
Jumlah
30
100

Diagram 4.5
Distribusi frekuensi pengalaman sebelumnya  akseptor KB non IUD dengan kontrasepsi IUD
Di klinik Rumah Ibunda Bintaro Bulan April Tahun 2011
           Dari tabel 4.5 diatas menunjukan bahwa dari 30 responden sebanyak 30 responden (100%) menyatakan responden belum pernah menggunakan kontrasepsi IUD.


B.       Pembahasan
Dalam pembahasan ini peneliti mencoba membahas dan membandingkan satu persatu variabel faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya akseptor KB dalam pemilihan kontrasepsi IUD, sesuai dengan teori yang ada, yaitu :
1.      Persepsi rasa aman
a.       Akseptor merasa takut dengan cara pemasangan IUD
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden sebanyak 22 responden (73%) menjawab setuju responden merasa takut dengan cara pemasangan IUD, dan hanya 8 responden (27%) yang menjawab tidak setuju. Hal ini sesuai dengan Meilani dkk, 2010 yang menyatakan bahwa memang banyak perempuan yang takut menggunakan kontrasepsi IUD, karena diperlukan prosedur medis (pemeriksaan pelvik) terlebih dahulu sebelum pemasangan, sehingga banyak perempuan yang enggan menggunakan jenis kontrasepsi ini.
Sebagian besar responden menyatakan takut dengan cara pemasangan IUD, karena IUD dalam penggunaannya memang harus dimasukan ke dalam uterus. Takut merasa sakit juga menjadi salah satu alasan responden tidak mau menggunakan kontrasepsi ini. Selain itu juga responden merasa takut dengan prosedur pemeriksaan dalam yang harus dijalani terlebih dahulu sebelum pemasangan dilakukan. Tidak sedikit juga responden yang menyatakan bahwa takut terjadi perlukaan di dalam mulut rahim pada saat pemasangan IUD yang mungkin bisa menimbulkan terjadinya infeksi yang bisa membahayakan dirinya. Dari alasan-alasan inilah yang menjadi faktor kenapa responden merasa takut dengan pemasangan IUD sehingga tidak memilih jenis kontrasepsi ini. Sebenarnya akseptor tidak usah merasa khawatir dengan pemasangan IUD, karena komplikasi tidak akan terjadi jika insersi dilakukan dengan baik dan oleh tenaga terlatih (Hartanto,2004).
b.      Akseptor merasa takut setelah IUD di pasang akan keluar bercak-bercak darah
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 30 responden sebanyak 20 responden (67%) menjawab setuju responden merasa takut menggunakan IUD karena setelah dipasang akan keluar bercak-bercak darah dan hanya 8 responden (33%) yang menyatakan  tidak setuju. Hal ini sesuai dengan Wiknjosastro,2008 yang menyatakan memang benar pada umumnya setelah pemasangan IUD akan terjadi perdarahan. Namun perdarahan ini sedikit-sedikit akan cepat berhenti.
Akan tetapi banyak dari responden yang menyatakan merasa takut jika perdarahan ini akan terjadi terus menerus dan tidak bisa dihentikan yang bisa menimbulkan terjadinya komplikasi lain yang membahayakan dirinya. Takut akan terjadinya perdarahan yang terus menerus inilah yang menjadi salah satu faktor kenapa responden tidak memilih kontrasepsi IUD. Sebenarnya akseptor tidak usah merasa khawatir akan terjadi perdarahan yang hebat dan terus menerus setelah pemasangan IUD. Karena perdarahan (spotting) ini merupakan salah satu efek samping dari kontrasepsi IUD, yang pada umumnya akan hilang setelah 1 – 2 hari setelah pemasangan (Saiffudin,2006).



c.       Akseptor merasa kuatir IUD dapat keluar sendiri
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden sebanyak 25 responden (83%) menjawab setuju responden merasa khawatir IUD dapat keluar sendiri jika ukuran IUD tidak cocok dengan ukuran rahim dan hanya 5 responden (17%) menjawab tidak setuju. Hal ini sesuai dengan Hartono, 2004 yang menyatakan bahwa insiden tertinggi terjadinya ekspulsi adalah dalam 3 bulan pertama setelah insersi, dan paling sering terjadi setelah haid, terutama periode pertama setelah insersi. Ekspulsi IUD dapat terjadi untuk sebagian atau seluruhnya, ekspulsi bisa terjadi salah satunya dipengaruhi oleh jenis dan ukuran AKDR. Jenis dan ukuran AKDR yang dipasang sangat mempengaruhi frekuensi ekspulsi. Pada lippes loop, makin besar ukuran AKDR makin kecil terjadinya kemungkinan ekspulsi.
Sebagian besar dari responden menyatakan merasa takut IUD dalam penggunaannya sewaktu-waktu bisa keluar sendiri tanpa sepengaetahuan pengguna. Bahkan ada responden yang menyatakan merasa takut IUD akan keluar sendiri jika akseptor melakukan kegiata-kegiatan fisik yang berat, atau olah raga yang berat. Rasa takut responden terhadap IUD yang sewaktu-waktu bisa keluar sendiri tanpa sepengetahuan pengguna, inilah yang menjadi salah satu faktor kenapa responden tidak memilih kontrasepsi IUD. Sebenarnya ekspulsi tidak akan terjadi jika insersi dilakukan dengan baik (Hartanto,2004). Dan akseptor juga bisa mengecek sendiri keberadaan AKDR dengan cara meraba dengan jari benang pada liang vagina sewaktu-waktu (untuk mengetahui adanya indikasi terlepasnya AKDR) atau rutin pada akhir menstruasi (Meilani,2010).
d.      Akseptor merasa takut menggunakan IUD karena dapat menyebabkan nyeri selama haid
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 30 responden sebanyak 11 responden (37%) menyatakan setuju responden merasa takut menggunakan IUD karena dapat menyebabkan nyeri selama haid dan sebanyak 19 responden (63%) menyatakan tidak setuju. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Setya Arum,2009 yang menyatakan bahwa nyeri haid dapat disebabkan oleh AKDR, yang umumnya terjadi pada permulaan pemakaian, namun nyeri haid tidak selalu dialami oleh pengguna kontrasepsi IUD.
Dalam penelitian ini hanya sedikit responden yang setuju IUD dapat menyebabkan nyeri selama haid. Karena sebagian besar dari responden seudah mengetahui dan mengerti bahwa sebenarnya IUD tidak selalu menyebabkan nyeri haid. Salah satu dari responden yang menjawab setuju dengan pernyataan ini mengatakan dia mendapatkan informasi bahwa jika menggunakan IUD maka perdarahan saat haid akan lebih banyak dan lama, dan jika perdarahan banyak ditakutkan akan merasa nyeri, hal ini yang menjadi salah satu faktor sebagian responden setuju dengan pernyataan IUD dapat menyebabkan nyeri selama haid sehingga akseptor tidak memilih kontrasepsi IUD. Sebenarnya akseptor tidak usah merasa khawatir IUD dapat menimbulkan nyeri selama haid, karena pada dasarnya progestin yang terdapat dalam AKDR dapat mengurangi nyeri haid (Setya Arum,2009).



e.       Akseptor merasa takut IUD dapat menimbulkan perlukaan mulut rahim, dan mengganggu hubungan seksual
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden sebanyak 16 responden (53%) menyatakan setuju responden merasa takut IUD dapat menimbulkan perlukaan mulut rahim, dan mengganggu hubungan seksual, dan hanya 14 responden (47%) yang menyatakan tidak setuju. Hal ini sesuai menurut Setya Arum, 2009 yang menyatakan memang nyeri sesudah melakukan senggama atau jika suaminya mengalami perasaan kurang enak sewaktu melakukan senggama merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan IUD. Wiknjosastro, 2008 yang menyatakan kadang-kadang suami dapat merasakan adanya benang AKDR sewaktu bersenggama. Ini disebabkan oleh benang AKDR yang keluar dari porsio uteri terlalu pendek atau panjang.
Sebagian besar responden menyatakan takut IUD dapat mengganggu kenyamanan hubungan seksual, tidak sedikit juga dari mereka yang beranggapan bahwa hubungan seksual dalam suatu keluarga merupakan salah satu pencipta keharmonisan dan kebahagiaan keluarga, oleh karena itulah kedua belah pihak harus menikmatinya bersama. Jika salah satu dari pasangan ada yang merasa terganggu kenyamannya sewaktu melakukan hubungan seksual takutnya hal ini dapat menyebabkan terusiknya keharmonisan dan kebahagiaan keluarga. Faktor inilah yang menjadi alasan kenapa responden tidak memilih kontrasepsi IUD. Sebenarnya akseptor tidak usah khawatir IUD dapat mengganggu kenyamanan hubungan seksual, karena jika hal ini terjadi bisa diatasi dengan memotong AKDR yang terlalu panjang sampai kira-kira 2 – 3 cm dari porsio, sedang jika bila benang AKDR terlalu pendek, sebaiknya AKDRnya diganti. Biasanya dengan cara ini keluhan suami akan hilang (Wiknjosastro,2008)
f.       IUD dapat menembus tempat lain dalam tubuh misalnya perut
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden sebanyak 2 responden (7%) menyatakan setuju IUD dapat menembus tempat lain dalam tubuh dan sebanyak 28 responden (93%) menyatakan tidak setuju. Hal ini tidak sesuai dengan Wiknjosastro,2008 yang menyatakan bahwa perforasi memang mungkin terjadi pada kontrasepsi IUD. Walaupun kejadian perforasi pada saat insersi tidak begitu banyak hanya <1/1000 kasus.
Dalam penelitian ini hanya sedikit responden yang menyatakan takut IUD dapat menembus tempat lain dalam tubuh, karena sebagian besar dari mereka percaya jika pemasangan IUD dilakukan dengan benar dan baik oleh tenaga kesehatan terlatih maka IUD tidak akan mungkin menembus tempat lain dalam tubuh .Akan tetapi ada juga responden yang mengatakan takut jika IUD menembus sampai perut, sehingga IUD tidak dapat dikeluarkan dan tetap tertanam dalam tubuh. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor  sebagian dari responden tidak memilih kontrasepsi IUD. Sebenarnya akseptor tidak usah khawatir IUD dapat menembus perut, Karena hal ini tentu saja tidak akan terjadi jika insersi dilakukan dengan baik (Hartanto,2004)..
2.      Persepsi terhadap biaya kontrasepsi IUD
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden menunjukan bahwa sebanyak 18 responden (60%) menyatakan setuju biaya IUD mahal dan hanya 12 responden (40%) yang menyatakan tidak setuju. Hal ini sesuai dengan pendapat Setya Arum, 2009 yang menyatakan bahwa salah satu keterbatasan dari kontrasepsi IUD yaitu mahal, hal ini juga dibenarkan oleh Hartanto, 2004 yang menyatakan biaya lebih mahal menjadi salah satu kerugian dari kontrasepsi IUD.
Sebagian besar dari responden menyatakan biaya pemasangan IUD menurut mereka lebih mahal dibandingkan dengan biaya kontrasepsi lain, mkisalnya suntik atau pil, karena mereka hanya melihat dari berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk sekali pasang. Tidak sedikit juga yang menyatakan bahwa untuk apa memilih yang mahal jika ada yang lebih murah dan praktis tetapi manfaatnya sama. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor responden tidak memilih kontrasepsi IUD. Sebenarnya jika dihitung dari segi keekonomisannya, kontrasepsi IUD lebih murah dari KB suntik atau pil. Kalau patokannya adalah biaya setiap kali pasang, mungkin IUD tampak jauh lebih mahal. Tetapi kalau dilihat masa / jangka waktu penggunaannya, tentu biaya yang harus dikeluarkan untuk pemasangan IUD akan lebih murah dibandingkan KB suntik ataupun pil (Astagina,2011)
3.      Pengalaman sebelumnya
           Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 30 responden menunjukan seluruh responden yairu 30 responden (100%) menyatakan belum pernah menggunakan kontrasepsi sebelumnya. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Maulana,2009 yang menyatakan bahwa pengalaman pribadi merupakan salah satu faktor pembentukan sikap, termasuk juga pembentukan sikap dalam memilih alat kontrasespsi
           Namun pada penelitian ini seluruh responden menyatakan belum pernah menggunakan kontrasepsi IUD sebelumnya. Jadi pengalaman sebelumnya dalam penelitian ini bukan menjadi salah satu faktor responden tidak dipilihnya metode kontrasepsi IUD. Mungkin ada faktor lain kenapa responden tidak memilih kontrasepsi IUD yaitu karena mereka belum pernah mencoba menngunakan IUD sama sekali, sehingga responden tidak tahu keuntungan-keuntungan dari kontrasepsi IUD, mereka hanya tahu kerugian-kerugian dari IUD saja, sehingga responden enggan untuk mencoba menggunakan kontrasepsi IUD.





BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.      Kesimpulan
           Dari penelitian tentang “faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya akseptor KB dalam pemilihan metode kontrasepsi IUD di klinik Rumah Ibunda Pondok Aren Bintaro Tangerang Selatan Bulan April 2011”, maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Dari 30 akseptor KB non IUD, sebanyak 19 responden (63%) menggunakan kontrasepsi suntik, dan 11 responden (37%) menggunakan kontrasepsi pil.
2.      Dari 30 responden sebanyak 22 responden (73%) menyatakan setuju merasa takut dengan cara pemasangan IUD, dan sebanyak 8 responden (27%) menyatakan tidak setuju.
3.      Dari 30 responden sebanyak 20 responden (67%) menyatakan setuju merasa takut menggunakan IUD karena setelah di pasang akan keluar bercak-bercak darah, dan sebanyak 10 responden (33%) responden menyatakan tidak setuju.
4.      Dari 30 responden sebanyak 25 responden (83%) menyatakan setuju merasa khawatir IUD dapat keluar sendiri jika ukuran IUD tidak sesuai dengan ukuran rahim ibu, dan sebanyak 5 responden (17%) menyatakan tidak setuju.
5.      Dari 30 responden sebanyak 11 responden (37%) menyatakan setuju IUD dapat menyebabkan nyeri selama haid dan sebanyak 19 responden (63%) menyatakan tidak setuju.


6.      Dari 30 responden sebanyak 16 responden (53%) dari responden menyatakan setuju IUD dapat menimbulkan perlukaan mulut rahim, dan mengganggu hubungan seksual, dan sebanyak 14 responden (47%) dari responden menyatakan tidak setuju.
7.      Hanya 2% dari responden yang menyatakan setuju IUD dapat menembus tempat lain dalam tubuh, dan sebanyak 93% menyatakan tidak setuju.
8.      Sebagian besar responden yaitu 60% menganggap IUD mahal, dan hanya 40% yang tidak setuju biaya IUD adalah mahal.
9.      Dari seluruh responden 100% belum pernah menggunakan kontrasepsi IUD sebelumnya.

B.     Saran
1.      Cara pemasangan IUD
Diharapkan kepada akseptor Kb jangan merasa takut dengan cara pemasangan IUD,karena segala komplikasi tidak akan terjadi jika pemasangan dilakukan dengan baik dan oleh tenaga terlatih. Bagi tanaga kesehatan agar lebih meningkatkan kualitas dan kemampuan dalam praktek pelayanan KB khususnya IUD, agar tidak terjadi komplikasi dalam pemasangan IUD.
2.      Keluar bercak-bercak darah setelah pemasangan IUD
Diharapkan kepada akseptor KB jangan merasa takut dengan perdarahan yang akan terjadi terus-menerus setelah pemasangan IUD, karena perdarahan biasanya akan hilang 1 – 2 hari setelah pemasangan . bagi tenaga kesehatan diharapkan memberikan penjelasan akan efek samping IUD, agar akseptor tidak merasa takut akan terjadibnya perdarahan terus menerus.
3.    Ekspulsi IUD
Diharapkan kepada akseptor KB jangan merasa takut akan terjadinya ekspulsi, karena ekspulsi tidak akan terjadi jika insersi dilakukan dengan baik. Bagi tenaga kesehatan diharapkan agar lebih meningkatkan kualitas dan kemampuan dalam pelayanan KB khususnya IUD.
4.    Nyeri haid dalam penggunaan IUD
Diharapkan kepada akseptor KB jangan merasa takiut IUD dapat menyebabkan nyeri selama haid, karena pada dasarnya IUD dapat mengurangi nyeri haid. Bagi tenaga kesehatan diharapkan agar menjelaskan kepada akseptor tentang efek samping yang timbul dari IUD sehingga akseptor tidak merasa takut menggunakan IUD.
5.    IUD mengganggu hubungan seksual
Diharapkian akseptor KB jangan merasa takut IUD dapat  menggangu hubungan seksual . bagi btenaga kesehatan agar menjelaskan  kepada akseptor tentang kemungkinan IUD dapat mengganggu hubungan seksual, namun hal ini dapat diatasi agar akseptor tidak merasa takut.
6.    Perforasi IUD
Diharapkan akseptor KB agar tidak merasa khawatir akan terjadinya perforasi karena perforasi tidak akan terjadi jika insersi dilakukan dengan baik dan oleh tenaga kesehatan terlatih. Bagi tenaga kesehatan agar lebih meningkatkan keterampilan dalam pemasangan IUD sehingga tidak terjadi perforasi.
7.    Biaya kontrasepsi IUD
Diharapkan kepada akseptor KB agar menilai biaya kontrasepsi IUD dari segi keekonomisannya dengan lamanya waktu penggunaan. Kepada tenaga kesehatan agar menjelaskan tentang biaya IUD.
8.    Pengalaman sebelumnya
Diharapkan kepada akseptor KB agar mencoba kontrasepsi IUD, kepada tenaga kesehatan agar lebih memperkenalkan IUD kepada akseptor tentang keuntungan dan kekurangannya.


           
9.      Bagi Pendidikan
Untuk lebih meningkatkan lagi pendidikan kebidanan kepada para mahasiswa khusunya kuliah KB yaitu IUD, agar nantinya diterapkan kepada masyarakat di lahan praktek.
10.  Bagi Mahasiswa
Agar mempelajari lebih dalam lagi teori dan praktek tentang Kb khususnya IUD.



FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
RENDAHNYA AKSEPTOR KB IUD
DI KLINIK RUMAH IBUNDA BINTARO TAHUN 2011


Tanggal wawancara    :                                                          
No. Responden           :
Nama                           :          
Akseptor KB               :

Jawablah pertanyaan  dibawah ini dengan memberikan tana silang ( X ) pada pilihan yang tersedia sesuai dengan jawaban anda!

1.        Apakah sekarang ibu sedang menggunakan kontrasepsi IUD?
a.       Ya
b.      Tidak

2.        Jenis KB / kontrasepsi apa yang sedang ibu gunakan ?
a.       Suntik
b.      Pil
c.       IUD

3.        Apakah sebelumnya ibu pernah menggunakan KB / kontrasepsi IUD ?
a.       Ya
b.      Tidak







Untuk soal dibawah ini
Pilihlah  salah satu jawaban yang sesuai dengan pendapat ibu dengan memberikan tanda (√) pada kolom S jika SETUJU dan pada kolom TS jika TIDAK SETUJU!


NO

PERNYATAAN
SKALA
S
TS
1
Ibu merasa takut dengan cara pemasangan IUD


2
Ibu merasa takut menggunakan IUD karena setelah di pasang akan keluar bercak-bercak darah


3
Ibu merasa kuatir karena  IUD dapat keluar sendiri jika ukuran  AKDR tidak cocok dengan ukuran rahim ibu


4
Ibu merasa takut menggunakan IUD karena dapat menyebabkan nyeri selama haid


5
Ibu merasa takut karena tali IUD dapat menimbulkan perlukaan mulut rahim, dan mengganggu hubungan seksual


6
IUD dapat menembus tempat lain dalam tubuh, misalnya perut


7
Biaya pelayanan KB IUD yang meliputi alat, pemasangan dan pencabutan adalah mahal




 

Comments

Popular posts from this blog

Instrumen Akreditasi Puskesmas BAB 7-8

B/S/K Elemen Penilaian   Dokumen Puskesmas 7.1.1 1. Tersedia brosur pendaftaran   SOP Pendaftaran 2. Tersedia bagan alur pendaftaran Bagan alur pendaftaran 3. Petugas mengetahui dan mengikuti prosedur tersebut   SOP pendaftaran 4. pelanggan mengetahui dan mengikuti   alur yang ditetapkan   − 5. terdapat cara mengetahui bahwa pelanggan puas terhadap   SOP untuk menilai kepuasan pelanggan, proses terhadap proses pendaptaran form survei pasien 6. terdapat tindak lanjut jika pasien tidak puas   hasil survei   tindak lanjut survei 7. keselamatan pelanggan terjamin ditempat pendaftaran SOP Identifikasi pasien 7.1.2 1. tersedia media informasi tentang pendaftaran di tempat   media informasi di tempat pendaftaran pendaftaran 2. semua pihak yang membutuhkan informasi pendaftaran   hasil evaluasi terhadap penyam

Abil Shidqi Arsalaan

Assalamualaikum wr wb. Nama aku Abil Shidqi Arsalaan. Aku lahir pada hari sabtu, 1 juni 2019, 27 Ramadhan 1440 H. Aku anak dari Ayah Tedi dan Mama Liha. Do'ain aku jadi anak yang soleh ya, aaminn. Baru Lahir Di RS Kulit abil lagi alergi jadi merah merah, hari 1  Abil anteng dan doyan mimi 😆 0 Bulan Hari pertama pulang ke rumah, ini hari lebaran loh Mau kontrol ke RS, alhamdulillah Abil sehat, BB 4,1 kg Masih betah d bedong 😆 Bedong ala Abil Udah mulai main Bobo Ayun Usiaku 20 hari Kata ayah mirip astronot 😀 Sama mamah Muka nyurengnya Abil Baaaa Ciaaaa Ooooo 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan Sama ayah  4 Bulan 5 Bulan Usia 5 bulan Abil udah bisa terngkurep, guling gulung, tertawa dan mengoceh BB 8,1 kg, PB 68cm Belajar pake sandal dan sepatu, stroller masih jadi kendaraan

Jenis-jenis Keguguran dan Penanganannya

Keguguran adalah momok yang paling menakutkan bagi wanita hamil. Setiap ibu hamil memiliki resiko untuk mengalami keguguran. Keguguran adalah berakhirnya suatu kehamilan oleh akibat-akibat tertentu, pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan. Keguguran dibedakan menjadi beberapa jenis, yang berbeda cirinya, gejalanya, dan penanganannya. Berikut sedikit penjelasannya mengenai keguguran atau abortus. 1. Abortus iminens (Ancaman keguguran) Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan pervaginam yang disertai rasa sakit yang ringan dibagian perut, jalan lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam lahir. Abortus jenis ini terjadi karena pembuahan pada hasil konsepsi terlepas sebagian, dan mungkin terjadi beberapa kali dalam satu minggu Penanganannya: Istirahat baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan karena cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan menambah ali